Popular Post

Archive for Oktober 2014

Muhammadiyah

By : Unknown
Sejarah Muhammadiyah
Pada Tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 M merupakan hari lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta.

Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”Pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad SAW. Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad SAW, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.”

Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang. Juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Saudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.

Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Dalam catatan Adaby Darba[2], ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah. Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren.

Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain:

1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, khurafat, jamud, dan ta’asub yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi.

2. Merajalelanya kemiskinan, kebodohan, kekolotan, kemunduran Bangsa Indonesia umumnya dan umat islam khususnya.

3. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat.

4. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman.

5. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme.

6. Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen (Kristenisasi) di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat.

7. Merajalelanya Imperialis Kolonialis Belanda di Indonesia yang harus d hadapi.

8. Sikap yang merendahkan pada Islam oleh para Intelegensial kaum terpelajar, bahwa Islam Agama yang out of date tak sesuai dengan kemajuan zaman.

Diantara faktor-faktor tersebut dapatlah kita ketahui bahwa kehidupan Agama Islam di Indonesia khususnya bidang Aqidah (keyakinan), telah dikaburkan dengan berkecamuknya syirik, tahayyul, khufarat, di samping mistik-mistik, animisme, dan dinamisme, dibuktikan dengan pesadaran-pesadaran, berkahan-berkahan, meminta berkah kepada Mba hureksa (yang berkuasa), juga pada kyai ‘ulama’, tempat-tempat yang dipandang keramat, pekuburan, benda-benda ajaib.


C.  Dua Aspek Penyelidikan   
Untuk mendapatkan gambaran tentang Muhammadiyah, maka diamati melalui dua aspek Idien dan Strukturil. Dua aspek dimaksud dijelaskan sebagai berikut:

1. Aspek Idien
Agama Islam adalah wahyu Allah, agama yang haq, syah, dan benar-benar disisi Allah, sesuai di segala zaman dan tempat, cocok untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia, untuk kebahagiaan dan kesejahteraan di Dunia dan Akhirat. Agama Islam itu diberikan kepada Nabi dan Rasul sejak Adam a.s sampai dengan Nabi Muhammad saw. Itulah Islam yang Kamilah, Islam sebagai Ideologi, sebagai way of life, sebagai dustru pokok dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Islam sebagai Ideologi dan way of life bagi hidup dan kehidupan perseorangan, rumah tangga dan masyarakat serta negara. Islam sebagai dustur yang pokok, sangat kokoh mengatur urusan-urusan dunia dan akhirat, dan jika dia di abaikan dan tidak diamalkan dalam undang-undang negara Islam, hal itu adalah kelemahan ulama-ulama islam yang tidak bekerta lagi untuk mengeluarkan hukum dan mau lagi berijtihad.

Disinilah Muhammadiyah berperan melakukan ijtihad dan menyatakan ijtihad masih terbuka sepanjang masa. Muhammadiyah membukakan akal pikir orang untuk menggali islam sesuai dengan ilmu pengetahuan dan kemajuan zaman. Sebab itu di Indonesia mulai digerakan dakwah Islam, digerakan amar ma’ruf nahi munkar, diamalkan dan diterapkan ajaran islam itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Muhammadiyah berusaha untuk memahamkan masyarakat tentang arti dan pentingnya Islam untuk pegangan hidup dan kehidupan, dengan melihat situasi dan kondisi, masahilul mursalah serta mahsinul Islam. Memahamkan bahwa islam agama yang universal, lengkap sempurna, membahagiakan dunia-akhirat, maka ditulis dan diterjemakhkanlah Islam itu melalui segala bahasa, dibuatlah kelompok-kelompok, grup-grup pengamal dan penuntun Islam. Semua itu dimaksudkan untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam, agar tercapai tujuan utamanya sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

2. Strukturil
Aspek struktural yang dimaksudkan disini adalah kerangka dari pada bentuk susunan organisasi Muhammadiyah, baik struktur yang formal maupun yang informal. Sepenuhnya dimaklumi bahwa untuk mencapai maksud dan tujuan Muhammadiyah yaitu “Menegakan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat islam yang sebenar-benarnya”. Salah satu alat untuk mempercepat tercapainya maksud dan tujuan itu adalah adanya “ORGANISASI” yang tertib, teratur dan kompak, dengan memiliki sarana dan prasarana yang lengkap.


D.  Asas, cita-cita dan sifat serta pendirian Muhammadiyah    
Muhammadiyah telah menegaskan prinsip asas perjuangan “Islam”, pedomannya “Qur’an dan Hadits”, anutan (ikutan) perjuangannya “Nabi Muhammad saw.”, peranan hidupnya di masyarakat “Membuat kemaslahatan umum”, dan “Membuat kebaikan”, cita-cita hari depannya “mengharap ridho Allah dengan syurganya dan terjauh dari siksa neraka”.

Selanjutnya dalam “Kepribadian Muhammadiyah”, Muhammadiyah memiliki sifat-sifat 10 macam, yang intinya:
1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
2. Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah.
3. Lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam.
4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
5. Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta Dasar dan Falsafah Negara yang syah.
6. Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan, dan menjadi contoh tauladan yang baik.
7. Aktif dalam perkembangan masyarakat dalam maksud ishlah, dan pembangunan sesuai dengan ajaran Islam.
8. Kerja sama dengan golongan Islam manapun, juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya.
9. Membantu pemerintah serta bekerja sama dengan golongan laiifatn dalam memelihara dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah.
10. Bersifat adil serta korektif ke-dalam dan ke-luar dengan bijaksana.

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dapat diringkaskan bahwa Muhammadiyah itu memiliki :
1. Asas : Islam.
2. Pedoman : Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan Ijtihad.
3. Bentuk : Persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam.
4. Maksud Gerak : Da’wah Islam, amar ma’ruf nahi munkar.
5. Panutan : Rasul Muhammad saw.
6. Sifat, karakter : Lapang dada, luas pandangan, adil, korektif, dan bijaksana, teguh pada ajaran islam.
7. Objek Garapan : Masyarakat Luas.
8. Karya Usaha : 1. Membuat Kebaikan.
                           2. Membuat kemaslahatan umat.
                           3. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
                           4. Aktif dalam perkembangan masyarakat.
                           5. Kerjasama dengan golongan Islam manapun.
9. Sikap terhadap hukum negara:
  a. Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan-peraturan serta Dasar dan Falsafah Negara.
  b. Membantu pemerintahan bersama golongan masyarakat lain dalam memelihara dan membangun Negara.

10. Cita-cita duniawi : Masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah.
11. Cita-cita ukhrowi : Mengharap ridho Allah dengan Surga-Nya, dan terjauh dari siksa Neraka.

Prinsip kembali pada ajaran Islam yang murni, berpedoman pada Al-Qur’an dan sunah Rasul saw. Melaksanakan Ijtihad dalam perwujudan amal usaha perjuangan Islam, K.H. Ahmad Dahlan telah meletakan dasar-dasar dan prinsip serta keyakinan hidup beragama Islam. Dengan perserikatan Muhammadiyah sebagai alat dan wadah perjuangan Islam, tahun 1912 M K.H. Ahmad Dahlan memberikan ajaran maksud didirikannya Muhammadiyah itu:
1. Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad saw. Kepada penduduk bumi putra di dalam Residensi Yogyakarta, dan
2. Memajukan hal agama kepada anggota-anggotanya.

Kemudian dua tahun berkembang meluas keluar Yogyakarta, Muhammadiyah menetapkan “Maksud” itu sebagai berikut:
1. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Agama Islam di Hindia, Nederland, dan
2. Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan Agama Islam.

Gerakan Islam Muhammadiyah yang bersifat “lokal” di daerah Yogyakarta, kemudian menjadi “Nasional”, meluas seluruh Nusantara Hindia Nederland (tanah air jajahan Belanda). Mission Islam itu ditunjukan kepada umumnya masyarakat, dan khususnya pemeluk Islam, terutama warga perserikatan.


E.  Kesimpulan  
Muhammadiyah didirikan untuk memahamkan masyarakat tentang arti dan pentingnya Islam untuk pegangan hidup dan kehidupan, dengan melihat situasi dan kondisi, masahilul mursalah serta mahsinul Islam. Memahamkan bahwa islam agama yang universal, lengkap sempurna, membahagiakan dunia-akhirat, maka ditulis dan diterjemakhkanlah Islam itu melalui segala bahasa, dibuatlah kelompok-kelompok, grup-grup pengamal dan penuntun Islam. Semua itu dimaksudkan untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam, agar tercapai tujuan utamanya sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Karena pada saat itu umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, khurafat, jamud, dan ta’asub yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi. 

NU

By : Unknown
I – KELAHIRAN NAHDLATUL ULAMA’ ( NU )

Nahdlatul Ulama’ disingkat NU, artinya kebangkitan Ulama. Sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama pada tanggal : 16 Rajab 1344 H / 31 Januari 1926 M. di Surabaya.

Nahdlatul Ulama sebagai jam’iyah diniyah adalah wadah para Ulama’ dan pengikut-pengikutnya, dengan tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan menganut salah satu dari madzhab empat masing-masing adalah :
1.      Imam Abu Hanifah an-Nu’man
2.      Imam Malik bin Anas
3.      Imam Muhammad Idris As-Syafi’i dan
4.      Imam Ahmad bin Hanbal.
Nahdlatul Ulama’ ( NU ) adalah merupakan gerakan keagamaan yang bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang bertaqwa kepada Alloh Swt, cerdas, trampil, ber-akhlaq mulia, tenteram, adil dan sejahtera. NU mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui serangkaian ikhtiar yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan, yang membentuk kepribadian khas Nahdlatul Ulama.

II – LATAR BEKANG BERDIRINYA  NU.
            A – LATAR BELAKANG AGAMA :
Latar belakang berdirinya NU berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam kala itu, diantaranya adalah pada tahun 1924, Syarif Husein raja Hijaz ( Makah ) yang berfaham Sunni (ahlus sunah wal jama’ah) ditakluk- kan oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabiy.

Aliran Wahabiy ini bentuk ajarannya adalah melarang semua bentuk amaliah ke-agamaan ala kaum Sunni, yang sudah berlaku di Tanah Arab dan akan menggantinya dengan model Wahabiy. Pengamalan agama dengan sistem bermadzhab, tawasul, maulid Nabi, ziarah kubur dan lain sebagainya akan segera dilarang. Dan bahkan Raja Ibnu Saud juga ingin melebarkan pengaruh kekuasaannya ke seluruh dunia Islam. Dengan dalih demi kejayaan Islam, ia berencana meneruskan kekhilafahan Islam yang terputus di Turki pasca runtuhnya Daulah Usmaniyah. Untuk itu dia berencana menggelar Muk-tamar Khilafah di kota suci Makah sebagai penerus Khilafah yang terputus itu, mukta-mar ini terkenal dengan sebutan Komite Hijaz.

Seluruh negara Islam di dunia diundang untuk menghadiri muktamar tersebut, termasuk Indonesia, dan utusan dari Indonesia yang direkomendasikan adalah HOS. Cokroaminoto dari Serikat Islam ( SI ), KH. Mas Mansur dari Muhammadiyah dan KH. Abdul Wahab Hasbullah wakil dari Pesantren. Akan tetapi karena KH. Wahab tidak me wakili organisasi resmi, maka namanya dicoret dari daftar calon utusan, dan pencoretan ini tidak lain merupakan permainan politik diantara kelompok yang mengusung para calon utusan Indonesia. Peristiwa ini menyadarkan  para Ulama’  pengasuh Pesantren akan pentingnya sebuah organisasi, karena latar belakang yang sangat mendesak itulah akhirnya Jam’iyah Nahdlatul Ulama’ didirikan.

B – LATAR BELAKANG KEBANGSAAN (NASIONALISME)
Pada tahun 1916 M, KH, Wahab Hasbullah bekerjasama dengan KH. Abdul Kahar (seorang pengusaha kaya) di Surabaya dan didukung oleh masyarakat berhasil mendirikan sebuah gedung  bertingkat di kampung Kawatan Gg. IV Surabaya yang ke-mudian dikenal sebagai perguruan “Nahdlatul Wathon” yang berarti “Pergerakan Tanah Air”. Sejak itu gedung ini dijadikan markas penggemblengan para pemuda, mereka di didik untuk menjadi pemuda yang berilmu dan memiliki jiwa cinta tanah air. Setiap hen dak dimulai kegiatan belajar, para murid diharuskan terlebih dahulu menyanyikan lagu perjuangan dalam bahasa Arab, yang telah digubah dalam bentuk syair oleh KH. Wahab Hasbullah sebagai berikut :

Wahai bangsaku, wahai bangsaku,
Cinta tanah air bagian dari iman,
Cintailah tanah air ini wahai bangsaku,
Jangan kalian menjadi orang terjajah.
Sungguh kesempurnaan itu harus,
Dibuktikan dengan perbuatan,
Dan bukanlah kesempurnaan itu,
Hanya berupa ucapan.
Berbuatlah demi cita-cita,
Dan jangan hanya pandai bicara,
Dunia ini bukan tempat menetap,
Tetapi hanya tempat berlabuh.


Sumber Rujukan: http://my-dock.blogspot.com/#ixzz3HG5wY0FZ

- Copyright © Fajar Setiawan Site - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Fajar Setiawan -